Kemenangan itu identik dengan perjuangan

Kemenangan bukanlah hanya ketika kita berhasil mengalahkan lawan di suatu pertandingan. Dan bukan hanya ketika kita berhasil mencapai prestasi terbaik. Bahkan, bukan hanya ketika kita berhasil mendapatkan semua yang kita inginkan dalam hidup ini.

Kemenangan adalah bagaimana kita bisa melawan hawa nafsu dunia yang terus menggoda kita. Demikian juga kemenangan adalah saat di mana kita dapat melawan suatu kegagalan. Saat di mana kita dapat mengatasi musibah. Saat di mana kita dapat bangkit dari suatu keadaan yang menyedihkan. Dan, saat di mana kita merasa sangat terpuruk namun kita mampu berjuang menghancurkan semua cobaan itu.

Kemenangan adalah saat dimana kita dapat menjadikan itu semua sebagai pertanda betapa sayangnya Sang Maha Pencipta kepada kita. Saat dimana kita menyadari betapa kita dapat belajar banyak dari semua kegagalan yang kita alami.

Dan, kemenangan adalah saat di mana kita melangkah begitu mantap dan yakin bahwa kita begitu hebat untuk sekedar melawan suatu kegagalan kecil. Saat dimana kita dapat mengalahkan diri kita sendiri.

Kadangkala karena kegagalanlah yang membuat kita sadar di mana kita berada.

Hanya orang spesial yang mau meraih kemenangan, sebab meski pun kemenangan itu indah, namun kemenangan itu identik dengan perjuangan.
Artinya, untuk meraihnya kita harus berjuang. Tidak mungkin bisa kita capai tanpa perjuangan.
Bahkan, bisa jadi perjuangannya begitu melelahkan dan begitu panjang.
Jalan berliku, terjal, dan batu sandungan ada di mana-mana.
Memang tidak mudah, hanya orang-orang tertentu yang pantas mendapatkannya.

Jika semua ini bisa kita lakukan maka selayaklah kemenangan itu patut kita rayakan.

Suatu niat yang baik pasti akan berakhir dengan baik

Alkisah ada seorang dermawan yang berkeinginan untuk berbuat kebaikan. Dia telah menyiapkan sejumlah uang yang akan dia berikan kepada beberapa orang yang ditemuinya.

Pada suatu kesempatan dia bertemu dengan seseorang maka langsung saja dia menyerahkan uang yang dimilikinya kepada orang tersebut. Keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang penjahat beringas. Mendengar kabar ini si dermawan hanya mengatakan “Ya Tuhan, aku telah memberikan uang kepada seorang penjahat.”

Di lain waktu, dia kembali bertemu dengan seseorang, si dermawan pada hari itu juga telah berniat untuk melakukan kebaikan. Dia dengan segera memberikan sejumlah uang kepada orang tersebut. Keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan uang kepada seorang koruptor. Mendapat kabar ini si dermawan hanya berkata, “Ya Tuhan, aku telah memberikan uang kepada koruptor.”

Si dermawan ini tidak berputus asa, ketika dia bertemu dengan seseorang dengan segera dia menyerahkan sejumlah uang yang memang telah disiapkannya. Maka keesokan harinya pun tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang kaya raya. Mendengar hal ini si dermawan hanya berkata, “Ya Tuhan, aku telah memberikan uang kepada penjahat, koruptor dan seorang yang kaya raya.”

Sekilas kita bisa menyimpulkan bahwa si dermawan ini adalah seorang yang “ceroboh”. Asal saja dia memberikan uang yang dimilikinya kepada orang yang tidak dikenalnya, padahal jika dia lebih teliti maka niat baik nya itu bisa lebih berguna tersalurkan kepada orang yang memang membutuhkan.

Tapi ternyata suatu niat yang baik pasti akan berakhir dengan baik, pun begitu pula dengan “kecerobohan” si dermawan.

Uang yang diberikannya kepada sang penjahat ternyata mampu menyadarkannya bahwa di dunia ini masih ada orang baik, orang yang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Penjahat ini bertobat dan menggunakan uang pemberian sang dermawan sebagai modal usaha.

Sementara sang koruptor, uang cuma-cuma yang diterimanya ternyata menyentuh hati nuraninya yang selama ini telah tertutupi oleh keserakahan, dia menyadari bahwa hidup ini bukanlah tentang berapa banyak yang bisa kita dapatkan. Dia bertekad mengubah dirinya menjadi orang yang baik, pejabat yang jujur dan amanah.

Sementara itu pemberian yang diterima oleh si kaya raya telah menelanjangi dirinya, karena selama ini dia adalah seorang yang kikir, tak pernah terbesit dalam dirinya untuk berbagi dengan orang lain, baginya segala sesuatu haruslah ada timbal baliknya. Dirinya merasa malu kepada si dermawan yang dengan kesederhananya ternyata masih bisa berbagi dengan orang lain.

Sahabat, tak akan ada yang berakhir dengan sia-sia terhadap suatu kebaikan. Karena kebaikan akan berakhir pula dengan kebaikan. Hidup ini bukanlah soal berapa banyak yang bisa kita dapatkan, tapi berapa banyak yang bisa kita berikan.

Semua di dunia ini hanya sementara

Seorang Bapak kisaran usia 55 tahun duduk sendiri di sebuah lounge menunggu pesawat yang akan menerbangkannya ke Jogja. Kami bersebelahan hanya berjarak satu kursi kosong. Sekira sekian menit, ia menyapa saya.

“Mas, hendak ke Jogja juga?”

“Iya, Pak. Bapak juga?”

“Iya.”

“Bapak sendiri?”

Senyumnya memasam sambil napas panjang. “Iya… Mas, kerja apa?”

“Saya serabutan, Pak,” sahut saya sekenanya.

“Serabutan tapi mapan, ya?” Ia tersenyum. “Kalau saya mapan tapi jiwanya serabutan.”

Saya tertegun. “Kok begitu, Pak?”

Ia pun mengisahkan, istrinya telah meninggal setahun lalu. Dia memiliki dua orang anak yang sudah besar-besar. Yang sulung sudah mapan bekerja sebagai salah satu manajer di Amsterdam, di sebuah perusahaan farmasi terkemuka dunia. Yang bungsu, masih kuliah di Singapura.

Tepat pada saat ia berkisah tentang rumahnya yang mentereng di wilayah Pondok Indah, Jakarta, yang hanya dihuni olehnya seorang, dikawani seorang pembantu dan suaminya yang sekaligus sopir pribadinya, ia menyeka kelopak mata dengan tisue.

“Mas jangan sampai mengalami hidup seperti saya, ya. Semua yang saya kejar selama muda kini hanyalah kesia-siaan. Tiada guna sama sekali dalam keadaan seperti ini. Saya tak tahu harus berbuat apa lagi. Tapi saya sadar, semua ini akibat kesalahan saya yang selalu memburu duit, duit, dan duit” sampai lalai mendidik anak tentang KEBAIKAN HATI, BERDANA BERBAGI, SILATURAHIM, dan MENGABDI PADA ORANG TUA.

Hal yang paling menyesakkan dada saya ialah saat istri saya akan meninggal, anak kami yang sulung hanya berkirim SMS tak bisa pulang mendampingi akhir hayat mamanya gara-gara harus meeting dengan koleganya dari Swedia. Sibuk. Iya, sibuk sekali…

“Bapak, Bapak yang sabar ya…” Adakah kalimat lain yang bisa saya ucapkan selain itu?

Ia tersenyum kecut. Sabar sudah saya jadikan lautan terdalam dan terluas untuk membuang segala sesal saya, Mas. Meski telat, saya telah menginsafi satu hal yang paling berharga dalam hidup manusia, yakni SANGKAN PARANING DUMADI.

BUKAN materi sebanyak apa pun. Saya yakin, semua yang kita miliki di dunia ini hanya sementara dan ketika kematian datang tidak ada yang bisa dibawa. Hidup hanyalah sementara dan kita tidak tahu di mana akan terlahir kembali.

Mas bisa menjadikan saya contoh kegagalan hidup manusia yang merana di masa tuanya.

Ia mengelus bahu saya. saya tiba-tiba teringat almarhum abah.

Di pesawat, seusai take off, saya melempar mata ke luar jendela, ke kabut-kabut yang berserak bergulung-gulung bertimbun-timbun bagai permadani putih.

Semua manusia sungguh semata hanya sedang menunggu giliran dijemput maut. Manusia sama sekali tiada nilainya, tiada harganya, tiada pengaruhnya bagi jagat raya.

Kupu-kupu di atas mata air

Dalam kehidupan NYATA kadang orang suka mempermasalahkan hal yang KECIL dan tidak PENTING, sehingga akhirnya merusak NILAI yang BESAR.

Persahabatan yang INDAH selama puluhan tahun BERUBAH menjadi permusuhan yang HEBAT, karena SEPATAH kata PEDAS yang tidak DISENGAJA.

Keluarga yang RUKUN dan HARMONIS pun bisa HANCUR hanya karena perdebatan KECIL yang tidak PENTING.

Yang REMEH kerap dipermasalahkan, tetapi yang lebih penting dan berharga LUPA dan TERABAIKAN.

Seribu KEBAIKAN sering tidak BERARTI, tapi setitik kekurangan diingat seumur hidup.

Mari belajar MENERIMA kekurangan apapun yang ada dalam kehidupan ini.

Bukankah tak ada yang SEMPURNA didunia ini?

SEHATI bukan karena MEMBERI, tetapi sehati karena saling MEMAHAMI.
BETAH bukan karena MEWAH, tetapi betah karena saling MENGALAH.

BERSAMA bukan karena HARTA DUNIA, tetapi bersama karena SALING MENGISI.

Kalau ingin memelihara kupu-kupu, jangan tangkap kupu-kupunya, karena pasti ia akan terbang.

Tetapi tanamlah bunga,​ maka kupu-kupu akan datang dengan sendirinya dan membentangkan sayap-sayapnya yang indah.
Bahkan bukan hanya kupu-kupu yang datang, tetapi kawanan yang lain (lebah, capung, dll) juga datang menambah warna-warni dari keindahan.

Sama halnya dalam kehidupan di dunia ini…

​Ketika ingin kebahagiaan​ dan berkah, tanam saja kebaikan demi kebaikan, kebajikan demi kebajikan.

Maka kebahagiaan dan berkah akan datang berlimpah, bukan hanya satu, tetapi seribu seperti hujan dan seterusnya​.

Jangan pernah lelah untuk berbuat baik.

Saling pengertian dan kalau ada kesalahan saling memaafkan niscaya hidup ini akan selalu damai dan bahagia.

Kita mendapatkan apa yang kita tanam

Jika kamu mau apel, kamu harus menanam bibit apel.
Jika kamu mau jeruk, kamu tidak bisa menanam bibit kaktus, bibit jamur atau bibit lainnya.
Kamu akan memperoleh buah sesuai dengan bibit yang kamu tanam.

Dengan kata lain…

Jika kamu berkata negatif, kamu tidak bisa mengharapkan hidup yang positif.
Jika kamu berkata kekalahan, kamu tidak bisa mengharapkan kemenangan.
Jika kamu berkata kurang, tidak cukup, saya tidak mampu dan tidak pernah maju, maka kamu tidak bisa mengharapkan kelimpahan.
Jika perkataanmu buruk, hidupmu juga akan buruk.

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka mengutuk masa depan hidup mereka melalui perkataan.

Setiap kali kamu berkata “Saya tidak beruntung”, itu berarti kamu sedang mengutuk masa depan hidupmu sendiri.
Saya tidak akan bisa membeli rumah bagus itu.
Saya tidak bisa bebas dari kecanduan ini.
Saya tidak akan bertemu orang atau pasangan yang tepat.

Berhenti untuk mengutuk masa depan kalian.

Kadang musuh tidak perlu mengalahkan kita…
Karena kita sendirilah yang telah mengalahkah diri kita sendiri.

Maka, marilah bentuk masa depan kita sendiri dimulai dari perkataan dan pemikiran positif.
Saya sangat beruntung.
Saya akan sukses.
Saya akan bertemu dengan orang atau pasangan yang tepat.
Saya bisa, bisa, bisa, bisa dan bisa.