Ulat yang mempunyai etos kerja unggul dan memiliki pola pandang yang jauh ke depan

Ulat adalah salah satu binatang yang sangat rakus dalam melahap hijaunya dedaunan tanaman yang kita sayangi. Rasa marah bila kita jumpai tanaman kesayangan kita telah habis dedaunannya, bahkan hanya tinggal ranting-ranting saja. Sedih dan marah rasanya karena usaha kita terasa terampas begitu saja karena ulah sang ulat.

Dibalik kekesalan dan rasa marah, pernahkah kita mencoba untuk melihat atau sedikit tertegun mengernyitkan dahi atas ulah sang ulat tersebut atau sebaliknya kita membunuhnya untuk melampiaskan kekesalan hati, setega itukah?

Hasil yang diakibatkan oleh ulah sang ulat memang sangat mengesankan bila dibanding dengan wujud ulat yang lemah dan lunak tubuhnya.

Melihat dari akibat yang dihasilkan maka dapat kita katakan bahwa karakter ulat adalah pekerja keras dalam menggunduli dedaunan tanaman kita, seakan-akan mereka seperti dikejar deadline dan harus buru-buru untuk menyelesaikan. Hasilnya sangat mengesalkan sekali buat kita, yaitu tanaman yang gundul dalam waktu yang relatif singkat dan sekali lagi sungguh mengesankan.

Dalam menjalani misinya sang ulat tak membiarkan sedikit waktu terbuang. Sang ulat baru berhenti ketika sampai pada saat yang ditentukan dimana ia harus berhenti makan untuk menuju ke dalam kondisi puasa yang keras. Puasa yang sangat ketat tanpa makan tanpa minum sama sekali, dalam lingkupan kepompong yang sempit dan gelap. Pada masa kepompong ini terjadi sebuah peristiwa yang sangat menakjubkan, masa dimana terjadi transformasi dari seekor ulat yang menjijikkan menjadi kupu-kupu yang elok dan indahnya dikagumi manusia. Sang kupu-kupu yang terlahir seakan-akan menjadi makhluk baru yang mempunyai perwujudan dan perilaku yang baru dan sama sekali berubah.

Haruskah kita membiarkan begitu saja sebuah peristiwa yang sangat indah dan mengesankan ini, tentu tidak. Sebenarnya kita patut malu bila melihat tabiat ulat yang pekerja keras. Ulat seakan tak mempunyai waktu yang terluang dan terbuang sedikitpun. Waktu yang tersedia adalah waktu yang sangat berharga bagi ulat untuk menggemukkan badan sebagai persiapan menuju sebuah keadaan dimana diperlukan energi yang besar yaitu masa kepompong, seakan dikejar-kejar oleh deadline sehingga sang ulat tak pernah beristirahat sejenakpun untuk terus melahap dedaunan.

Berpacunya sang ulat dengan waktu, ternyata disebabkan sang ulat telah mempunyai sebuah tujuan yang sangat jernih dan jelas yaitu mengumpulkan semua potensi yang ada untuk menghadapi satu saat yang sangat kritis yaitu masa kepompong, dimana pada masa kepompong tersebut dibutuhkan persiapan yang prima. Datangnya masa kepompong adalah sebuah keniscayaan, maka sang ulat mempersiapkan dengan kerja keras untuk menghadapinya.

Sebuah persiapan diri dengan kerja keras dilakukan juga pada hewan-hewan yang mengalami musim dingin. Dimana untuk menghadapi masa sulit di musim dingin, banyak hewan yang melakukan hibernasi selama musim dingin di gua-gua atau liang-liang, agar terhindar dari ganasnya musim dingin. Agar tubuh tetap hangat dan tersedianya energi maka sebelum menjelang musim dingin, hewan-hewan tersebut akan menumpuk lemak sebanyak-banyaknya di dalam tubuhnya, untuk dipakai sebagai bekal dalam tidur panjangnya.

Lalu coba kita berkaca dan mereview diri kita, adakah semangat yang luar biasa selayaknya ulat yang telah menggunduli dedaunan, bukankah sebuah masa depan dan tanggung jawab yang begitu beratnya harus kita pikul dan tunaikan. Namun kita terbuai dan masih sering suka bermain- main.

Masa-masa dalam kehidupan kita sebagai individu atau kelompok, pasti tak akan pernah luput dari masa yang menyenangkan dan kemudian digantikan masa-masa yang sulit, itu adalah sebuah kepastian, sepasti bergantinya musim hujan disongsong oleh musim kemarau.

Janganlah kita terlena bahkan kalah dengan hewan yang bernama ulat yang mempunyai etos kerja unggul dan memiliki pola pandang yang jauh ke depan yang meniti masa depan tersebut dengan kerja keras, karena masa depan dengan kesulitan dan cobaan itu pasti akan datang dan menghampiri kita, maka persiapan
yang matang dan kerja keras yang mampu menolong kita dan bukan kemalasan dan menunda-nunda pekerjaan.

Misteri alam semesta tentang perbuatan baik “memberi”

Tahukah Anda bahwa selama hidupnya Confucius sudah mendidik 3.000 murid? Sebanyak 72 di antaranya berubah menjadi orang-orang yang mempunyai kemampuan luar biasa dan menjadi orang-orang berpengaruh di berbagai daerah di Tiongkok pada waktu itu. Namun begitu, sekalipun Confucius terkenal sebagai guru yang banyak memberi ilmu, dia tidak pernah berhenti juga dalam hal belajar. Lihatlah apa yang dituliskan oleh murid-muridnya yang ada di kitab The Analects. Menurut mereka, Sang Guru berkata, “Jika kamu melihat saya berjalan dengan 2 orang lainnya, mereka adalah guru-guru saya. Saya akan mengikuti hal-hal baik yang mereka miliki dan menghindari hal-hal yang buruk padanya.”

Mengajar dan Belajar adalah 2 proses di dalam kehidupan ini yang terus berlangsung selama hidup. Jika kita mengajar terus menerus, lalu apakah ilmu kita akan habis? Sebuah sumur bila ditimba airnya setiap hari, dengan mengabaikan faktor musim atau cuaca, apakah akan menjadi kering airnya suatu ketika?
Jawabannya adalah tidak bukan?
Air sumur tersebut tidak pernah kering & akan terus ada air di dalamnya sekalipun terus menerus ditimba airnya. Anehnya, jika dalam satu hari saja airnya tidak ditimba, ketinggian air yang ada di dalam sumur itu juga tidak meningkat, tetap saja seperti semula.

Inilah hukum alam. Dimana di dalam alam semesta terdapat misteri yang bertujuan untuk selalu memberi. Sesungguhnya kehidupan kita juga sama & serupa dengan sumur ini.

Pada umumnya orang berpikir bahwa kalau ia memberi apa yang dimilikinya pasti akan berkurang apa yang dimilikinya. Tapi kalau kita mau belajar dari sumur ini, semakin banyak memberi akan semakin banyak air “baru” yang mengalir kepadanya.

Dalam hal memberi tidak harus dalam bentuk uang atau materi. Kita bisa memberi ilmu yang kita miliki. Saat kita mengajarkan & memberi ilmu, maka dengan sendirinya kemampuan kita juga akan semakin meningkat. Kita perlu terus mengembangkan sikap mental memberi yang murni dan setiap orang pun pasti bisa melakukannya. Kelak, manfaat langsung yang bisa kita rasakan saat memberi seperti perasaan kepuasan batin akan mengalir dalam hidup kita. Dan inilah sebenarnya kebahagiaan yang sejati.

“We make a living by what we get. We make a life by what we give” ― Winston S. Churchill.