Pecatur terbaik di dunia

Alkisah ada seorang jendral yang menyukai permainan catur. Dia sangat mahir dan permainannya sangat taktis, sehingga belum ada pecatur lain yang mampu mengalahkannya.

Suatu hari, saat Sang Jendral dalam perjalanan dinasnya, Ia melihat sebuah gubuk yang pada dinding luarnya tergantung papan bertuliskan “Pecatur Terbaik Dunia”. Tentu saja hal ini membuat Sang Jendral penasaran. Ia segera menghampiri tempat tersebut demi menantang kakek pemilik gubuk bermain catur. Hasilnya ??? Sang Jendral dapat memenangkan seluruh tiga set yang mereka mainkan dalam waktu yang cukup singkat.

Setelah itu, Sang Jendral dengan penuh kepercayaan diri mengatakan, “Anda harus segera mencopot papan ini”. Lalu Ia segera melanjutkan perjalanannya dengan suka hati.

Setelah menyelesaikan tugasnya, dalam perjalanan pulang, Sang Jendral melewati gubuk itu lagi dan Ia melihat bahwa papan “Pecatur Terbaik Dunia” belum juga dilepas.

Dengan penasaran, masuklah dia dan kembali Ia menantang kakek pemilik gubuk itu untuk bermain catur lagi. Namun kali ini hasilnya sangat mengejutkan. Ia kalah telak tiga set berturut-turut dalam waktu yang sangat singkat.

Jendral sangat terkejut, dan bertanya mengapa bisa terjadi demikian???

Kakek pemilih gubuk menjawab bijak, “Pada waktu yang lalu, saya tahu Jendral sedang dalam perjalanan untuk melaksanakan tugas negara, maka saya tidak mau mengalahkan Jendral, untuk menjaga semangat juang Anda. Namun sekarang Jendral telah kembali dan sukses melaksanakan tugas. Tentu saja saya melayani tantangan Jendral sesuai dengan kemampuan saya yang sebenarnya. Saya tidak akan mengalah lagi.”

Hikmah cerita:

Pemenang Sejati, mampu menang, tapi belum tentu harus menang dan harus mampu mengalah dengan bijaksana.

Bisa menang, namun tahu tidak harus menang, menunjukkan kepribadian yang mulia.

Ingat, orang yang pintar belum tentu bijaksana, tetapi orang bijaksana pasti pintar!

Orang pintar cenderung mengutamakan untung rugi. Orang bijaksana, biasanya lebih ikhlas berkorban dan mau berbagi.

Tugasku bukanlah untuk menang di atas sesamaku, tapi untuk menjadi pribadi jujur yang mengasihi sesamaku.

Semoga semua makhluk berbahagia…

Mengapa kita berteriak saat marah?

Konon Bunda Teresa memandikan akan gelandangan di tepi sungai Gangga.
Ia melihat ada keluarga yang sedang bertengkar, saling berteriak.

Ia berpaling ke murid-muridnya dan bertanya:
“Kenapa orang suka saling berteriak kalau sedang marah?”
Tanya Bunda Teresa.

Salah satu menjawab:
“Karena kehilangan sabar, kita berteriak.”

“Tetapi, kenapa harus berteriak pada orang yang ada di sebelahmu?
Kan, pesannya bisa juga sampai dengan cara halus?” tanya

Murid-murid saling adu jawaban namun tidak ada satu yang mereka sepakati.

Akhirnya sang bunda bertutur:
Bila 2 orang bermarahan, hati mereka sangat menjauh.
Untuk dapat menempuh jarak yang jauh itu, mereka harus berteriak agar terdengar.
Semakin marah, semakin keras teriakan karena jarak ke 2 hati pun semakin jauh…

“Apa yang terjadi saat 2 insan jatuh cinta?” lanjutnya.
Mereka tidak berteriak pada 1 sama lain.
Mereka berbicara lembut karena hati mereka berdekatan.
Jarak antara ke 2 hati tidak ada atau sangat dekat…

Setelah merenung sejenak, Ia meneruskan.
Bila mereka semakin lagi saling mencintai, apa yang terjadi?
Mereka tidak lagi bicara.
Hanya berbisikan dan saling mendekat dalam kasih-sayang.
Akhirnya, mereka bahkan tidak perlu lagi berbisikan.
Mereka cukup saling memandang.
Itu saja. Sedekat itulah 2 insan yang saling mengasihi.

Bunda Teresa memandangi murid-muridnya dan mengingatkan dengan lembut:
Jika terjadi pertengkaran, jangan biarkan hati menjauh.
Jangan ucapkan perkataan yang membuat hati kian menjauh.
Karena jika kita biarkan, suatu hari jaraknya tidak lagi bisa di tempuh…