Sejarah Festival Dongzhi (Perayaan Onde)

Festival Dongzhi atau dikenal sebagai Perayaan Onde merupakan salah satu tradisi penting dalam budaya Tionghoa yang dirayakan pada puncak musim dingin. Kata “Dongzhi” secara harfiah berarti “puncak musim dingin” (Tan Cik). Festival ini menjadi simbol penghormatan kepada leluhur dan harmoni dengan alam, sekaligus momen untuk berkumpul bersama keluarga. Di Indonesia, perayaan ini dikenal melalui tradisi makan onde atau wedang ronde yang memiliki makna mendalam tentang kehangatan dan kebersamaan. Festival Dongzhi jatuh setiap tahun pada tanggal 21 atau 22 Desember, tergantung pada posisi matahari dan kalender matahari Tionghoa.

Perayaan Dongzhi memiliki sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga zaman Dinasti Han (206 SM–220 M). Pada masa ini, masyarakat Tionghoa mulai memperingati momen pergantian musim dengan berbagai ritual yang bertujuan untuk menyelaraskan kehidupan manusia dengan alam. Pergantian musim dianggap sebagai momen penting untuk merefleksikan kehidupan dan mempersiapkan diri menyambut tahun baru.

Pada masa Dinasti Song (1127–1152 M), Perayaan Dongzhi berkembang menjadi upacara spiritual yang lebih terstruktur. Salah satu elemen penting dalam perayaan ini adalah sembahyang arwah leluhur. Masyarakat juga mempersembahkan doa dan sesaji kepada lima unsur utama di bumi, yaitu logam, air, api, tanah, dan kayu, yang mencerminkan kepercayaan Tionghoa terhadap keseimbangan alam.

Seiring waktu, Festival Dongzhi menjadi salah satu perayaan utama di Tiongkok dan menyebar ke wilayah-wilayah migrasi masyarakat Tionghoa, termasuk Indonesia. Penyebaran tradisi ini terutama terjadi pada masa Dinasti Qing (1644–1911 M). Di Indonesia, tradisi Dongzhi diadaptasi ke dalam budaya lokal dengan memperkenalkan makanan khas seperti onde-onde atau wedang ronde, yang mencerminkan akulturasi budaya antara masyarakat Tionghoa dan lokal.

Hingga saat ini, masyarakat Tionghoa di Indonesia memperingati Festival Dongzhi dengan tradisi makan onde atau wedang ronde. Hidangan ini terdiri dari bola-bola tepung beras yang disajikan dalam kuah jahe hangat, melambangkan kehangatan di tengah musim dingin. Selain itu, momen ini juga dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga, mempererat hubungan kekeluargaan, dan memperingati leluhur.

Festival Dongzhi tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam. Perayaan ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, menghormati leluhur, serta merayakan kebersamaan keluarga. Makanan tradisional seperti onde-onde atau wedang ronde juga memiliki simbolisasi keberuntungan dan harmoni.

Si Jenius dari Jepara yang Tersembunyi dan Disembunyikan dari Sejarah Bangsa

RM Panji Sosrokartono, sosok jenius bersahaja, pahlawan yang tersembunyi dan disembunyikan dari sejarah. Sosrokartono, kakak kandung RA Kartini, lahir pada tahun 1877. Pada tahun 1898, ia menjadi pribumi pertama yang menempuh pendidikan di luar Hindia Belanda, di Universitas Leiden. Dikenal sangat cerdas, Sosrokartono adalah kesayangan para dosen. Ia menguasai 27 bahasa asing dan 10 bahasa Nusantara.

Sebagai seorang pangeran tampan, pintar, gaul, anak orang kaya, dan terkenal, ia tetap merakyat. Bahkan, para wanita Eropa menjulukinya “de mooie Sos” (Sos yang tampan). Bangsawan Eropa dan Amerika menghormatinya dengan sebutan “de Javanese prins” (Pangeran Jawa), sementara di kalangan pribumi ia dikenal sebagai Kartono.

Pada tahun 1917, Sosrokartono menjadi wartawan Perang Dunia I untuk surat kabar Amerika The New York Herald di cabang Eropa. Untuk masuk, ia harus menyaring artikel berbahasa Prancis menjadi 30 kata dalam empat bahasa (Inggris, Spanyol, Rusia, dan Prancis). Kartono berhasil menyelesaikannya dengan hanya 27 kata, sementara penutur asli bule tidak bisa kurang dari 30 kata.

Sebagai wartawan perang, ia diberi pangkat mayor oleh Sekutu, namun ia menolak membawa senjata. “Saya tidak menyerang orang, karena itu saya pun tidak akan diserang. Jadi apa perlunya membawa senjata?” kata Sosrokartono yang dikenal sebagai ahli diplomasi yang hebat.

Sosrokartono mengguncang Eropa dan Amerika dengan tulisannya mengenai perundingan rahasia antara Jerman dan Prancis yang diadakan di dalam gerbong kereta api di tengah hutan yang dijaga sangat ketat. Sementara para wartawan lain mencari informasi, The New York Herald telah memuat hasil perundingan tersebut terlebih dahulu.

Pada tahun 1919, Sosrokartono menjadi penerjemah tunggal di Liga Bangsa-Bangsa (LBB), dan ketika LBB berubah menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1921, ia diangkat menjadi ketua penerjemah untuk semua bahasa, mengungguli para poliglot Eropa dan Amerika.

Pada tahun 1925, Sosrokartono pulang ke Indonesia. Ki Hajar Dewantara mengangkatnya sebagai kepala sekolah menengah di Bandung. Rakyat berbondong-bondong datang untuk menemuinya, namun bukan hanya untuk meminta ilmunya, melainkan juga air dan doa. Anehnya, banyak yang sembuh, sehingga antrian makin panjang, termasuk orang Eropa. Akhirnya, ia mendirikan Klinik Darussalam.

Sosrokartono pernah menyembuhkan seorang anak Eropa hanya dengan sentuhan (tuk-tuk) di hadapan para dokter yang tak mampu berbuat apa-apa. Anak tersebut sembuh hanya dalam hitungan detik.

Ia juga dikabarkan berhasil memotret kawah gunung dari udara, hebatnya, tanpa menggunakan pesawat. Sosoknya yang karismatik juga kerap menjadi teman diskusi Soekarno muda, dan Mohammad Hatta menyebutnya sebagai orang yang jenius.

Rumah Sosrokartono selalu dikibarkan bendera merah putih, namun Belanda, Jepang, dan Sekutu seolah tidak peduli, padahal orang lain yang melakukan hal yang sama pasti akan dihukum.

Sosrokartono wafat pada tahun 1951 di Bandung dan dimakamkan di Makam Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah, di samping makam kedua orang tuanya, Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat. Meski seorang bangsawan dan cendekiawan, ia memilih hidup sederhana, bahkan rumahnya pun kontrak. Setelah wafat, orang-orang tidak menemukan pusaka atau jimat di rumahnya. Satu-satunya peninggalannya hanyalah kain bersulam huruf Alif.

Nisan beliau bertuliskan:
Sugih tanpa bondo.
Digdaya tanpa aji.

Beliau adalah wartawan, namun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tidak pernah menyebut namanya. Beliau adalah tokoh pendidikan, namun seolah terlupakan oleh para guru.

Sang Alif…
Alif sak jeroning Alif…

Sumber: Indonesia tempo dulu.

Semoga kisah hidup dan keteladanan RM Panji Sosrokartono dapat memberi inspirasi dan pembelajaran bagi kita semua.

Apa Rantai Gajahmu?

Gajah adalah hewan yang sangat besar, namun gajah dapat dibelenggu hanya dengan mengikat kakinya menggunakan rantai/tali pada sebuah kursi yang jauh lebih kecil. Gajah itu akan tetap diam dan tidak bergerak kemana-mana karena merasa kakinya terikat oleh rantai/tali. Padahal, dengan sedikit gerakan saja, ia sebenarnya bisa melepaskan diri dan berjalan bebas ke mana pun ia mau, karena kursi yang menahannya jauh lebih kecil daripada tubuhnya.

Ternyata, di tempat-tempat penjinakan gajah, memang begitulah caranya. Gajah liar yang tertangkap dan akan dijinakkan kakinya diikat dengan rantai/tali yang kemudian dikaitkan pada sebuah pohon besar. Pohon besar tersebut cukup kuat untuk menahan gajah sehingga ia tidak bisa melarikan diri. Pada awalnya, gajah yang menyadari keterikatannya akan berusaha melarikan diri dan mengamuk, namun pasti akan terjatuh karena tertahan oleh rantai/tali dan pohon. Ketika itu terjadi, pawangnya akan memberikan makanan. Awalnya, gajah liar yang tidak terbiasa dengan situasi tersebut akan menolak makan, tetapi karena tidak ada pilihan lain, akhirnya ia makan juga. Setiap hari, gajah terus diperlakukan seperti itu hingga akhirnya ia tidak lagi berontak karena merasa nyaman dengan makanan yang diberikan oleh pawangnya.

Gajah adalah hewan yang memiliki ingatan yang sangat kuat. Oleh karena itu, ia akan mengingat kebiasaan barunya. Lama-kelamaan, gajah menjadi penurut. Ia selalu ingat bahwa ada rantai/tali di kakinya; bahkan jika mencoba melarikan diri, ia akan terjerembab dan kemudian ada seseorang yang memberinya makan. Akhirnya, ia tunduk pada orang yang memberinya makan. Meskipun kemudian rantai/talinya diganti dan hanya diikatkan pada kursi kecil, gajah tersebut tidak akan mencoba kabur lagi.

Itulah kisah gajah dengan rantai/tali yang membelenggunya…

Bagaimana dengan manusia? Apakah kita berbeda dengan cerita gajah di atas? Ataukah manusia juga bisa diperlakukan sama seperti gajah tersebut dengan menanamkan pola pikir yang kerdil, yang pada akhirnya menjadi belenggu bagi manusia dalam menggunakan kemampuan besar yang dimilikinya untuk berkarya demi dirinya dan peradaban manusia?

Jangan biarkan “rantai/tali” dalam bentuk keraguan, ketakutan, atau kebiasaan buruk membelenggu potensi besar yang ada dalam diri kita. Ingatlah, Tuhan memberikan kita karunia untuk memiliki kekuatan dan kemampuan yang jauh lebih besar dari apa yang mungkin kita percayai saat ini. Seperti gajah yang sebenarnya bisa membebaskan dirinya dari belenggu kursi kecil, kita juga bisa membebaskan diri dari batasan-batasan yang kita ciptakan sendiri. Beranilah untuk melangkah keluar dari zona nyaman, lepaskan diri dari rantai/tali yang tak terlihat, dan wujudkan potensi besar yang ada dalam diri kita untuk mencapai tujuan-tujuan besar dalam hidup.

Legenda manusia berumur 256 tahun

Jagalah agar hatimu tetap tenang, duduklah seperti kura-kura, berjalanlah dengan riang seperti merpati dan tidurlah seperti seekor anjing.“, itulah kalimat nasehat yang diberikan oleh Li Ching Yuen ketika seorang kepala suku bernama Wu Pu Fei mengundangnya ke rumah dan menanyakan rahasia umur panjang.

Li Ching Yuen, seorang tabib dan ahli herbal dari China, dipercaya sebagai manusia tertua yang pernah hidup. Menurut berbagai sumber, ia lahir pada tahun 1677 atau 1736 dan hidup hingga 1933, mencapai usia antara 197 hingga 256 tahun. Ia dikenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang herbal dan gaya hidup sehat yang memungkinkan dia untuk hidup selama beberapa abad. Kehidupannya yang panjang membuatnya menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah di China.

Salah satu kisah menarik dalam hidupnya adalah ketika Li Ching Yuen menerima ucapan selamat ulang tahun dari Kekaisaran China di ulang tahunnya yang ke-150 pada tahun 1827 dari situlah muncul dugaan bahwa dia lahir pada tahun 1677. Peristiwa ini menambah bukti bahwa usianya yang luar biasa memang diakui oleh pihak kerajaan pada masa itu.

Selama hidupnya yang panjang, Li Ching Yuen merasakan kehidupan era Dinasti China sampai berdirinya Republik China. Ia lahir pada masa Dinasti Qing (1644-1912), dinasti terakhir yang memerintah China sebelum berdirinya Republik China. Selain itu, dia juga hidup hingga periode awal Republik China (1912-1949). Kehidupan Li Ching Yuen membentang melewati berbagai peristiwa penting dalam sejarah China, seperti:

1. Kejatuhan Dinasti Qing: Dinasti Qing adalah dinasti terakhir yang memerintah China. Kejatuhannya pada tahun 1912 menandai berakhirnya pemerintahan kekaisaran di China dan berdirinya Republik China.
2. Perang Opium: Dua perang besar antara China dan Inggris pada pertengahan abab ke-19 yang mengakibatkan keterbukaan China terhadap perdagangan asing.
3. Pemberontakan Taiping: Salah satu pemberontakan terbesar dalam sejarah China yang terjadi pada tahun 1850-1864, yang mengakibatkan kematian jutaan orang.
4. Revolusi Xinhai: Revolusi yang terjadi pada tahun 1911 dan berhasil menggulingkan Dinasti Qing, yang kemudian memicu berdirinya Republik China.

Catatan: Validitas umur Li Ching Yuen sering diperdebatkan dan banyak dianggap sebagai legenda. Namun, cerita tentang hidupnya tetap menarik dan menjadi inspirasi bagi banyak orang yang mencari rahasia sehat dan berumur panjang.

Pengorbanan seorang suami (bapak)

Apakah pernah melihat seorang istri marah-marah kepada suami karena sang suami tak bisa memenuhi keinginan sang istri?
Apakah pernah melihat juga seorang anak bicara kasar pada ayahnya karena sang ayah tidak bisa membelikan apa yang sang anak inginkan?

Tak seorang pun kepala keluarga yang tidak ingin melihat keluarganya bahagia.
Sebelum engkau marah kepadanya, lihatlah dan renungkan lah apa yang telah dilakukan oleh seorang suami.
Betapa suamimu sudah kerja keras banting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tahukah dirimu kalau suamimu mungkin sering dicaci maki bosnya?
Tahukan dirimu kalau suamimu mungkin sering mendapat hinaan di luar sana?
Tahukah dirimu kalau suamimu mungkin sering menahan lapar demi bisa pulang membawa uang?
Tahukan dirimu kalau suamimu baru saja mempertaruhkan nyawanya demi dirimu dan anak-anakmu?

Sebelum engkau cemberut padanya…
Hitunglah dulu telah berapa juta tetes keringat yang keluar dari tubuhnya…
Sebelum engkau marah padanya…
Tataplah lekat-lekat matanya, mungkin tanpa kamu sadari mata itu telah banyak mengeluarkan air mata demi melihat dirimu tersenyu…

Ketahuilah…
Apabila sampai hari ini dia belum bisa memenuhi segala keinginanmu, itu hanya karena faktor keadaan.

Untuk para ayah disana, semoga lelahmu menjadi berkah. Amin…