Suami cadel

Di hari minggu malam tampak seorang suami sedang mempersiapkan koper yang dibantu oleh istrinya. Lalu terjadi percakapan diantara mereka:

Istri: Besok Senin mau berangkat dinas ke mana, Mas?
Suaminya (cadel): Banjalmasin Samalinda, Ma…
Istri: Ya deh, selamat jalan. Mas, hati-hati yaa…

Diiringi doa istri, si suami yang cadel pun pergi ke Banjarmasin bersama Linda.

Yang dapat dipetik dari cerita diatas: Untuk para istri mohon agar pertanyaannya lebih detail ke suaminya. Wkwkwk

Kejadian lucu mengenai “BI JI YOU DUA DUA NAM PAK”

Di Kualalumpur, suatu hari seorang tante Tionghoa peranakan pergi ke departemen transportesyen untuk memperpanjang registrasi mobilnya. Yang melayani seorang pemuda Melayu.

Tante: Ai mau renew rejitresyen la…

Pemuda: Berapa nomor pelat auto auntie?

Tante: Biji you dua dua nam pak.

Pemuda: (Muka pemuda memerah malu, lantas cek reseliting celana). Hah? Berapa nomor pelat auntie?

Tante: Biji you dua dua nam pak.

Pemuda: (Mulai jengah) Tolong tulis no pelat auto auntie.

Tante: BGU 2264

Seandainya kalau manusia pertama itu orang Tionghoa

Seandainya Adam & Hawa adalah orang Tionghoa, namanya pasti akan menjadi “Athiam & Ahwa”.
Manusia pasti tidak akan jatuh dalam dosa, karena pada tahu lah… otak bisnis orang Tionghoa, begitu melihat buah apel pasti tidak akan dimakan tetapi djual di pasar, lumayaaaan cuan goceng. Ularnya pun nggak sempat menggoda, pasti akan ditangkep, lalu dimasak ular cah kumak untuk ciakpoh.
Hoo cuan… Hoo chiak… dan, yang pasti mereka takkan menelantarkan taman Eden kosong karena pasti dibangun ruko atau apartment jadi Taman Eden Residence.

Ckckckkk

Asal usul IMLEK

Pada dahulu kala, ketika nenek moyang datang dari dataran cina (Yunan). Pagi2 mereka sampai di pesisir batavia (betawi). Para pendatang tersebut disambut hangat oleh orang-orang betawi yang notabene adalah penduduk asli setempat. Namun orang betawi bingung, karena bangsa cina tersebut matanya sipit-sipit. Saking bingungnya mereka saling bertanya-tanya, apakah mereka merem atau melek?

Begitu orang-orang betawi mendekat, mereka baru menyadari bahwa orang-orang cina yang sipit tersebut bukan merem, melainkan mereka melek. Spontan orang-orang betawi kaget, “IH! MELEK!!! IH..! MELEK… IHHH…! MELEK…” Oleh karena itulah tahun baru cina dikenal juga dengan tahun baru IMLEK sampai dengan sekarang.

Pertapa dan Pelacur

Ada seorang pertapa tinggal di asrama yang secara kebetulan tepat berhadapan dengan rumah bordil di mana tinggal seorang pelacur. Setiap hari ketika pertapa akan melakukan meditasi, dia melihat para lelaki datang dan pergi dari rumah pelacur itu. Dia melihat pelacur itu sendiri menyambut dan mengantar tamu-tamunya. Setiap hari pertapa itu membayangkan dan merenungkan perbuatan memalukan yang berlangsung di kamar pelacur itu, dan hatinya dipenuhi oleh kebencian akan kebobrokan moral dari pelacur itu.

Di lain sisi, setiap hari pelacur itu melihat sang pertapa dalam praktek-praktek spiritualnya (sadhana). Dia berpikir betapa indahnya untuk menjadi demikian suci, untuk menggunakan waktu dalam doa dan meditasi. Tapi kemudian dia berpikir bahwa, “Nasibku memang menjadi pelacur. Ibuku dulu adalah seorang pelacur dan mungkin putriku nanti juga akan menjadi pelacur (karena keterpaksaan).”

Pertapa dan pelacur itu mati pada hari yang sama dan berdiri di depan Sang Hyang Yama bersama-sama. Tanpa diduga sama sekali, pertapa itu dicela karena kesalahannya. Pertapa heran dan dia protes, “Hidupku adalah hidup yang suci. Aku telah menghabiskan hari-hariku untuk doa dan meditasi.” “Ya betul,” kata Yama, “tapi sementara badanmu melakukan tindakan-tindakan suci itu, pikiran dan hatimu dipenuhi oleh penilaian jahat dan jiwamu dikotori oleh bayangan kebencian.”

Pelacur itu malah dipuji karena kebajikannya. “Saya tidak mengerti,” kata pelacur itu, “selama hidupku aku telah menjual tubuhku kepada setiap lelaki yang memberikan harga pantas.” Yama menjawab, “Lingkungan hidupmu menempatkan kamu dalam sebuah rumah bordil. Kamu lahir di sana, dan di luar kekuatanmu untuk melakukan selain dari hal itu. Tapi sementara badanmu melakukan tindakan-tindakan hina, pikiran dan hatimu selalu suci dan senantiasa dipusatkan dalam kontemplasi dan kesucian dari doa dan meditasi pertapa ini.”

Potongan kisah di atas mengajarkan kepada kita untuk tidak merasa paling benar sendiri, paling suci sendiri.
Chin Ning Chu memberi nasehat “Kebajikan bukanlah jubah yang engkau kenakan, atau gelar-gelar mulia yang diberikan kepada dirimu untuk dipamerkan kepada umum!”

Semoga semua makhluk berbahagia