Belajar hidup dari Mbah Jum (penjual tempe)

Mbah Jum, seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya pergi ke pasar untuk berjualan tempe.

Sambil menunggu pembeli datang disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, Mbah Jum selalu bersenandung sholawat.

Cucunya meninggalkan Mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar Mbah Jum pulang ke rumah.

Tetapi, tidak sampai 2 jam dagangan tempe Mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya.

Sebelum pulang, Mbah Jum selalu meminta cucunya untuk menghitung uang hasil dagangannya terlebih dahulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah maka Mbah Jum selalu meminta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal masjid.

Saat ditanya oleh seseorang : “Kenapa begitu?”

“Karena kata si Mbah, modal Mbah bikin tempe cuma 20 ribu. Harusnya paling banyak dapatnya ya 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan di masjid, makanya kalau dapat lebih dari 50 ribu, Mbah minta uang lebihnya itu agar dimasukkan ke kotak masjid.”

“Loh, kalau sampai lebih dari 50 ribu, itukan haknya Mbah, kan artinya Mbah saat itu bawa tempe lebih banyak toh?”

“Nggak begitu. Mbah itu tiap hari bawa tempenya tidak berubah-ubah, jumlahnya sama.”

“Tapi kenapa hasil penjualan Mbah bisa berbeda-beda?”

“Begini, kalau ada yang beli tempe Mbah, karena Mbah tidak bisa melihat, maka Mbah selalu bilang ambil aja sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok Mbah, tidak ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, tapi ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, tidak ada kembalian.
Pada suatu hari Mbah pernah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.”, begitu penjelasan sang cucu.

Ternyata Mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan deman, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah Mbah Jum.

Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, Mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, Mbah selalu memasukkan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya! 100%!

Ketika ditanya: “Kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal?”

Mbah Jum memberikan penjelasan sambil tersenyum:
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.”
(Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).

Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung Mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani Mbah Jum berjualan tempe di pasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berusia 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).

Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat Mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak di kampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkanya ternyata semua sudah khatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (Saya ini orang kampung. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberikan keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya)

Dari penggalan inspirasi diatas dapat kita pastikan, bahwa Allah (Tuhan Yang Maha Esa) memberikan berkah kehidupan berlimpah kepada semua makhluk ciptaanNya. Oleh karean itu, kita manusia hendaknya senantiasa bersyukur dalam hal apapun atas besar cinta dan perlindunganNya.

Tuhan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu

Suatu ketika Dr. Mark, seorang dokter spesialis kanker yang terkemuka menerima undangan untuk menghadiri sebuah konferensi, sekaligus untuk menerima penghargaan riset bidang medis yang telah dipublikasikannya.

Ia sangat bersemangat dan ingin secepatnya tiba di sana. Ia telah bekerja keras dalam waktu yang lama untuk risetnya itu dan merasa layak menerima penghargaan tersebut.

Akan tetapi, 2 jam setelah lepas landas, pesawat yang ditumpanginya itu harus mendarat darurat di bandara terdekat akibat kerusakan teknis. Karena kuatir akan terlambat tiba di konferensi tersebut, Dr. Mark segera pergi ke bagian resepsionis dan mendapat informasi bahwa penerbangan berikutnya baru ada 10 jam kemudian.

Resepsionis menyarankan agar ia menyewa mobil dan berkendara ke kota tempat konferensi itu, hanya 4 jam saja berkendara ke tujuannya. Karena tidak ada pilihan lain, ia memutuskan menggunakan mobil meskipun ia tidak suka mengemudi untuk perjalanan jauh. Dr. Mark menyewa mobil dan memulai perjalanannya. Akan tetapi, segera setelah ia berangkat, tiba-tiba cuaca menjadi buruk dan sebuah badai besar terjadi. Hujan yang terus turun menyulitkannya untuk melihat jalan dan tanda-tanda arah lokasi sehingga akhirnya ia melewati belokan yang seharusnya ia ambil.

Setelah 2 jam lamanya berkendara, ia sadar bahwa ia telah tersesat. Mengemudi dalam hujan yang lebat di jalan yang terpencil membuatnya merasa lapar dan letih. Dengan rasa gelisah ia mulai mencari tanda-tanda rumah penduduk yang ada di sekitar lokasi itu. Tidak lama kemudian ia memjumpai sebuah rumah tua kecil. Lalu ia keluar dari mobil dan mengetuk pintu. Seorang wanita sederhana membuka pintu. Dr. Mark menjelaskan masalahnya dan meminta tolong kepada wanita tersebut apakah ia bisa meminjamkan teleponnya.

Tetapi wanita itu memberitahukan bahwa ia tidak memiliki telepon ataupun peralatan telekomunikasi lainnya. Wanita itu mengajak Dr. Mark untuk masuk ke rumahnya dan menunggu hingga cuaca membaik. Dalam kondisi lapar, basah dan kelelahan membuat sang dokter menerima tawaran baik dari wanita itu dan masuk ke dalam rumah. Wanita itu meemberinya teh panas dan roti kering untuk dimakan. Wanita itu mengajaknya untuk berdoa bersama. Sambil tersenyum Dr. Mark berkata bahwa ia hanya percaya akan kerja keras. Ia lalu mempersilakan wanita itu untuk melanjutkan doanya.

Sambil duduk menikmati tehnya, Dr. Mark memperhatikan wanita itu berdoa di keredupan cahaya lilin. Ia berdoa di samping sesuatu yang tampak seperti tempat tidur bayi kecil. Setiap saat wanita itu selesai berdoa ia segera melanjutkannya dengan doa lainnya.
Merasa bahwa wanita itu sedang membutuhkan pertolongan, sang dokter mengambil kesempatan untuk berbicara segera setelah wanita itu selesai berdoa. Ia bertanya kepada wanita itu apakah sebenarnya yang diinginkannya dan apakah Tuhan akan mendengarkan doa-doanya. Lalu sang dokter bertanya tentang anak yang ada di tempat tidur bayi tersebut yang sepertinya sedang ia doakan. Dengan tersenyum getir wanita itu berkata bahwa anak itu adalah anaknya. Anaknya sedang menderita suatu jenis penyakit kanker yang jarang ditemukan dan hanya ada 1 dokter yang diangggap mampu menanganinya, namanya Dr. Mark!
Dokter itulah yang dapat menyembuhkannya. Tapi wanita itu tidak mampu untuk membayar Dr. Mark, disamping itu Dr. Mark tinggal di kota lain yang jauh dari tempatnya tinggal.

Kemudian wanita itu melanjutkan, sejauh ini memang Tuhan belum menjawab doaku. Tapi suatu hari nanti Tuhan akan memberikan jalan keluar, dan aku tidak akan membiarkan kekuatiranku mengalahkan imanku.

Kagum dan tak mampu berkata apa-apa, Dr. Mark berlinangan air mata. Ia berbisik, “God is great !!! Tuhan maha besar !!!
Lalu ia mengingat kembali rangkaian peristiwa yang ia alami, ada kerusakan teknis pesawat, badai yang melanda, ia tersesat di jalan dan semuanya ini terjadi karena Tuhan tidak hanya menjawab doa wanita tersebut tetapi juga memberinya sebuah kesempatan untuk keluar dari dunia yang materialistis dan memberikan sebagian keahliannya dan waktunya untuk orang-orang miskin yang sedang putus asa, yang sama sekali tidak memiliki apapun selain doa-doa yang diimaninya merupakan jawaban yang pasti.

 

Sobat yang terkasih, apakah kejadian ini terjadi secara kebetulan saja?
Atau apakah benar ada kuasa yang bekerja bagi kebaikan orang-orang yang selalu berharap dan berserah kepadaNya?

Bagi orang yang percaya akan adanya kuasa yang merencanakan peristiwa tersebut akan mengamini firman Tuhan dalam Roma 8 : 28 yang menyatakan “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Jadi sobat yang baik hati, tetaplah berdoa dan mengucap syukur. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yakobus 5 : 16 b)

Mengapa kita berteriak saat marah?

Konon Bunda Teresa memandikan akan gelandangan di tepi sungai Gangga.
Ia melihat ada keluarga yang sedang bertengkar, saling berteriak.

Ia berpaling ke murid-muridnya dan bertanya:
“Kenapa orang suka saling berteriak kalau sedang marah?”
Tanya Bunda Teresa.

Salah satu menjawab:
“Karena kehilangan sabar, kita berteriak.”

“Tetapi, kenapa harus berteriak pada orang yang ada di sebelahmu?
Kan, pesannya bisa juga sampai dengan cara halus?” tanya

Murid-murid saling adu jawaban namun tidak ada satu yang mereka sepakati.

Akhirnya sang bunda bertutur:
Bila 2 orang bermarahan, hati mereka sangat menjauh.
Untuk dapat menempuh jarak yang jauh itu, mereka harus berteriak agar terdengar.
Semakin marah, semakin keras teriakan karena jarak ke 2 hati pun semakin jauh…

“Apa yang terjadi saat 2 insan jatuh cinta?” lanjutnya.
Mereka tidak berteriak pada 1 sama lain.
Mereka berbicara lembut karena hati mereka berdekatan.
Jarak antara ke 2 hati tidak ada atau sangat dekat…

Setelah merenung sejenak, Ia meneruskan.
Bila mereka semakin lagi saling mencintai, apa yang terjadi?
Mereka tidak lagi bicara.
Hanya berbisikan dan saling mendekat dalam kasih-sayang.
Akhirnya, mereka bahkan tidak perlu lagi berbisikan.
Mereka cukup saling memandang.
Itu saja. Sedekat itulah 2 insan yang saling mengasihi.

Bunda Teresa memandangi murid-muridnya dan mengingatkan dengan lembut:
Jika terjadi pertengkaran, jangan biarkan hati menjauh.
Jangan ucapkan perkataan yang membuat hati kian menjauh.
Karena jika kita biarkan, suatu hari jaraknya tidak lagi bisa di tempuh…

Menjadi orangtua, tidak ada kata pensiun

Seorang anak menelepon ayahnya yang tinggal pisah rumah dengan ibunya.
Pagi itu, ibunya sakit dan tidak bisa mengantarnya ke sekolah seperti biasanya.
Jarak sekolahnya kurang lebih 1 Km dari rumah dan si anak bertubuh lemah.

Pagi itu jam 06:00 si anak menelepon ayahnya:

Anak: Ayah, tolong antarkan aku ke sekolah.
Ayah: Ibumu kemana?
Anak: Ibu sedang sakit ayah, tidak bisa mengantarkan aku ke sekolah. Kali ini ayahlah antarkan aku ke sekolah.
Ayah: Ayah tidak bisa, ayah nanti terlambat ke kantor. Kamu naik angkot saja atau ojek.
Anak: Ayah, uang ibu tinggal 10 ribu, ibu sakit, kami pun belum sarapan pagi, tidak ada apa-apa di rumah. Kalau aku pakai untuk ongkos, kasian ibu sakit belum makan, juga adik-adik nanti makan apa ayah?
Ayah: Ya sudah, kamu jalan kaki saja ke sekolah, ayah juga dulu ke sekolah jalan kaki. Kamu akan laki-laki harus kuat.
Anak: Ya sudah, terima kasih ayah.

Si anak mengakhiri teleponnya dengan ayahnya.
Dihapusnya air mata di sudut matanya, lalu berbalik masuk kamar, ketika ibunya menatap wajahnya, dia tersenyum.

Ibu: Apa kata ayahmu nak?
Anak: Kata ayah iya ibu, ayah kali ini yang antar aku ke sekolah.
Ibu: Baguslah nak, sekolahmu jauh, kamu akan kelelahan kalau harus berjalan kaki. Doakan ibu lekas sembuh ya, biar besok ibu bisa antar kamu ke sekolah.
Anak: Iya ibu, ibu tenang saja, ayah yang antar, ayah bilang aku tunggu di depan gang supaya cepat.
Ibu: Berangkatlah naik, belajar yang rajin, yang semangat.
Anak: Iya ibu.

Tahun berganti tahun, kenangan itu tertanam dalam di ingatan si anak.
Dia sekolah sampai pasca sarjana dengan biaya beasiswa.
Setelah lulus dia bekerja di perusahaan asing dengan gaji yang besar.
Dengan penghasilannya, dia membiayai hidup ibunya, membantu menyekolahkan adik-adiknya sampai sarjana.

Suatu hari, saat dia sedang dikantor ayahnya menelepon.

Anak: Ada apa ayah?
Ayah: Nak, ayah sakit, tidak ada yang membantu mengantarkan ayah ke rumah sakit.
Anak: Memang istri ayah kemana?
Ayah: Sudah pergi nak sejak ayah sakit-sakitan.
Anak: Ayah, aku sedang kerja, ayah ke rumah sakit pakai taxi saja.
Ayah: Kenapa kamu begitu? Siapa yang akan urus pendaftaran di rumah sakit dan hal lainnya? Apakah supir taxi? Kamu anak ayah, masa orangtua sakit kamu tidak mau bantu mengurus?
Anak: Ayah, bukankah ayah yang mengajarkan aku untuk mengurus diri sendiri? Bukankah ayah yang mengajarkan aku bahwa pekerjaan lebih penting daripada istri sakit dan anak?
Ayah, aku masih ingat, satu pagi aku menelepon ayah minta antarkan aku ke sekolah, waktu itu ibu sedang sakit, ibu yang selalu antarkan kami anak-anaknya, yang mengurus kami seorang diri, namun ayah katakan aku pergi jalan kaki, tubuhku lemah, sekolahku jauh, namun ayah katakan anak laki-laki harus kuat, dan ayah katakan ayah pun dulu berjalan kaki ke sekolah, maka aku belajar bahwa karena ayah lakukan demikian maka akupun harus lakukan hal yang sama. Saat aku sakit pun hanya ibu yang ada mengurusku, saat aku membutuhkan ayah, aku ingat kata-kata ayah, anak laki-laki harus kuat.

Ayah tahu? Hari itu pertama kali aku berbohong kepada ibu, aku katakan iya ayah yang akan antarkan aku ke sekolah, dan meminta aku menunggu di depan gang. Tapi ayah tahu? Aku jalan kali seperti yang ayah suruh, di tengah jalan ibu menyusul dengan sepeda, ibu bisa tahu aku berbohong, dengan tubuh sakitnya ibu mengayuh sepeda mengantarkan aku ke sekolah.

Ayah mengajarkan aku pekerjaan adalah yang utama, ayah mengajarkan aku kalau ayah saja bisa maka walau tubuhku lemah aku harus bisa.
Kalau ayah bisa ajarkan itu, maka ayah pun harus bisa.

Si ayah terdiam seribu bahasa, sepi di seberang telepon.
Baru disadari betapa dalam luka yang ditorehkan di hati anaknya.

Anak adalah didikan orangtua.
Bagaimana kita bersikap, memperlakukan mereka, maka kita sama saja sedang mengajarkan bagaimana mereka memperlakukan kita kelak ketika kita tua dan renta.

Si anak dosa?
Mungkin…
Si anak durhaka?
Barangkali…

Yang jelas ayahnya yang membuat anaknya demikian.
Menjadi orangtua bukan karena menanamkan benih atau karena melahirkan.
Menjadi orangtua, karena mengasuh, mendidik, menyayangi, memberi waktu, perhatian, mengayomi, mencurahkan perhatian dan kasih sayang.

Menjadi orangtua, tidak ada kata pensiun.

Hal-hal yang bisa kita pelajari dari Ban untuk hidup kita

Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil mereka.
Dia terheran-heran mengapa ayahnya mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya.

Sang ayah tersenyum. “Sini nak, ada kesenangan tersendiri ketika kita mengganti ban, karena mengingatkan kita tentang filosofi ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita” kata ayah.

“Belajar dari ban?” tanya sang anak heran.

Saya ayah tertawa, Perhatikan ban ini dengan segala sifat-sifatnya.

Pertama, ban selalu konsisten bentuknya, Bundar.
Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap ataupun roda pesawat terbang. Dia tidak pernah berubah menjadi segi tiga atau segi empat.

Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat.
Ketika melewati jalan berlubang, aspal panas, kotoran hewan dan juga banjir maka dia dulu yang merasakan secara langsung.

Ketiga, ban selalu menanggung beban terberat baik ketika mobil sedang berjalan maupun berhenti, ketika mobil sedang kosong maupun saat penuh penumpang dan barang.

Yang keempat, ban tidak pernah sombong dan berat hati menolak permintaan pihak lain. Dia selalu senang bekerjasama.
Ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, dia pun taat dan melesat.

Bayangkan kalau ban tidak suka kerjasama dan bekerja sebaliknya?
Saat direm malah ngebut dan saat digas malah berhenti?

“Wow, benar juga!” puji sang anak.

Sifat kelima ban adalah meski banyak hal penting yang dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tidak mau menonjolkan diri.

Misalnya ketika di show room atau pemeran mobil, pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboardnya keren, dll.
Jarang sekali ada orang yang memperhatikan ban apalagi sampai memuji ban.

Padahal semua kehebatan mobil tidak akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor.

Sang ayah selesai mengganti bannya, dan berdiri menatap hasil kerjanya dengan puas.

Yang keenam tentang filosofi ban adalah, betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kau miliki, atau sepeda yang kau punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tidak berfungsi maka kita tidak akan bisa kemana-mana. Kita tidak akan pernah sampai ke tujuan.

Sang ayah menuntaskan penjelasannya, “Jadi kelak, meski kau menghadapi banyak masalah dibandingkan kawan-kawanmu, tidak mendapat pujian sebanyak kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu, tetaplah kamu konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau bekerjasama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri, dan yang terpenting, tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada.”

Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita.

Semoga Tuhan tetap memberkati dan membimbing kita selalu.