Apa Rantai Gajahmu?

Gajah adalah hewan yang sangat besar, namun gajah dapat dibelenggu hanya dengan mengikat kakinya menggunakan rantai/tali pada sebuah kursi yang jauh lebih kecil. Gajah itu akan tetap diam dan tidak bergerak kemana-mana karena merasa kakinya terikat oleh rantai/tali. Padahal, dengan sedikit gerakan saja, ia sebenarnya bisa melepaskan diri dan berjalan bebas ke mana pun ia mau, karena kursi yang menahannya jauh lebih kecil daripada tubuhnya.

Ternyata, di tempat-tempat penjinakan gajah, memang begitulah caranya. Gajah liar yang tertangkap dan akan dijinakkan kakinya diikat dengan rantai/tali yang kemudian dikaitkan pada sebuah pohon besar. Pohon besar tersebut cukup kuat untuk menahan gajah sehingga ia tidak bisa melarikan diri. Pada awalnya, gajah yang menyadari keterikatannya akan berusaha melarikan diri dan mengamuk, namun pasti akan terjatuh karena tertahan oleh rantai/tali dan pohon. Ketika itu terjadi, pawangnya akan memberikan makanan. Awalnya, gajah liar yang tidak terbiasa dengan situasi tersebut akan menolak makan, tetapi karena tidak ada pilihan lain, akhirnya ia makan juga. Setiap hari, gajah terus diperlakukan seperti itu hingga akhirnya ia tidak lagi berontak karena merasa nyaman dengan makanan yang diberikan oleh pawangnya.

Gajah adalah hewan yang memiliki ingatan yang sangat kuat. Oleh karena itu, ia akan mengingat kebiasaan barunya. Lama-kelamaan, gajah menjadi penurut. Ia selalu ingat bahwa ada rantai/tali di kakinya; bahkan jika mencoba melarikan diri, ia akan terjerembab dan kemudian ada seseorang yang memberinya makan. Akhirnya, ia tunduk pada orang yang memberinya makan. Meskipun kemudian rantai/talinya diganti dan hanya diikatkan pada kursi kecil, gajah tersebut tidak akan mencoba kabur lagi.

Itulah kisah gajah dengan rantai/tali yang membelenggunya…

Bagaimana dengan manusia? Apakah kita berbeda dengan cerita gajah di atas? Ataukah manusia juga bisa diperlakukan sama seperti gajah tersebut dengan menanamkan pola pikir yang kerdil, yang pada akhirnya menjadi belenggu bagi manusia dalam menggunakan kemampuan besar yang dimilikinya untuk berkarya demi dirinya dan peradaban manusia?

Jangan biarkan “rantai/tali” dalam bentuk keraguan, ketakutan, atau kebiasaan buruk membelenggu potensi besar yang ada dalam diri kita. Ingatlah, Tuhan memberikan kita karunia untuk memiliki kekuatan dan kemampuan yang jauh lebih besar dari apa yang mungkin kita percayai saat ini. Seperti gajah yang sebenarnya bisa membebaskan dirinya dari belenggu kursi kecil, kita juga bisa membebaskan diri dari batasan-batasan yang kita ciptakan sendiri. Beranilah untuk melangkah keluar dari zona nyaman, lepaskan diri dari rantai/tali yang tak terlihat, dan wujudkan potensi besar yang ada dalam diri kita untuk mencapai tujuan-tujuan besar dalam hidup.

Racun cinta

Ada sebuah kota di Perancis dimana, selamat abad pertengahan, para wanitanya memiliki kebiasaan aneh.

Di pagi hari, para wanita yang sudah menikah akan memasukkan sedikit racun ke dalam sarapan yang mereka siapkan untuk suami mereka.

Kemudian, ketika suami mereka kembali ke rumah pada malam hari, suami tadi akan diberikan penawarnya. Dengan cara ini, racun tidak akan menjadi berbahaya dan mempengaruhi suami mereka.

Ada alasan kuat untuk praktik ini. Jika suami tinggal di tempat lain terlalu lama, atau terlambat pulang karena suatu alasan, maka pemberian penawarnya akan tertunda, para suami tadi pada akhirnya akan mengalami gejala seperti mual, sakit kepala, depresi, muntah, nyeri atau sesak napas.

Semakin lama sang suami menunda untuk kembali ke rumah istrinya, maka akan semakin sakit dia. Dan akhirnya, ketika dia kembali ke rumah, tanpa dia sadari istrinya akan memberikan penawar racunnya. Dengan cara ini, dalam beberapa menit, sang suami akan dengan cepat mulai merasa membaik.

Hal ini akan memberi pria suatu kesan yang kuat bahwa jauh dari rumah akan menyebabkan rasa sakit, mual, depresi, dan hanya istrinya yang dapat mengobati dia. Para suami kemudian akan menjadi lebih terikat pada rumah dan setia pada istri mereka.

Apakah itu racun cinta? Hahaha

Kisah belalang yang terkurung dalam sebuah kotak

Alkisah ada seekor belalang yang telah lama terkurung dalam sebuah kotak.
Ia hidup dalam kotak dan melompat-lompat setinggi kotak tersebut.

Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan perasaan gembira ia melompat-lompat menikmati kebebasannya.
Ia senang sekali sehingga melompat setinggi-tingginya.

Di perjalanan ia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun ia keheranan kenapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan perasaan penasaran ia menghampiri belalang itu dan bertanya, “Mengapa kamu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh?”

Belalang itupun menjawabnya, “Dimanakah kamu selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan”.

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Pesan moral:

Kadang-kadang kita sebagai manusia tanpa sadar pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, perkataan tetangga atau bahkan pola pikir kita sendiri yang seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang membatasi kelebihan kita.

Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang orang lain katakan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkan anda separah itu? Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih untuk mempercayai mereka daripada mempercayai diri kita sendiri.

Tidakkah anda pernah mempertanyakan kepada hati nurani bahwa anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau anda mau menyingkirkan “kotak” itu?

Tidakkah anda ingin membebaskan diri agar anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini anda anggap diluar batas kemampuan anda?

Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan untuk berjuang agar tidak mudah menyerah begitu saja pada apa yang kita alami.

Karena itu, jangan mau dibatasi oleh “kotak” dan teruslah berusaha mencapai apapun yang anda ingin capai.

Pertapa dan Pelacur

Ada seorang pertapa tinggal di asrama yang secara kebetulan tepat berhadapan dengan rumah bordil di mana tinggal seorang pelacur. Setiap hari ketika pertapa akan melakukan meditasi, dia melihat para lelaki datang dan pergi dari rumah pelacur itu. Dia melihat pelacur itu sendiri menyambut dan mengantar tamu-tamunya. Setiap hari pertapa itu membayangkan dan merenungkan perbuatan memalukan yang berlangsung di kamar pelacur itu, dan hatinya dipenuhi oleh kebencian akan kebobrokan moral dari pelacur itu.

Di lain sisi, setiap hari pelacur itu melihat sang pertapa dalam praktek-praktek spiritualnya (sadhana). Dia berpikir betapa indahnya untuk menjadi demikian suci, untuk menggunakan waktu dalam doa dan meditasi. Tapi kemudian dia berpikir bahwa, “Nasibku memang menjadi pelacur. Ibuku dulu adalah seorang pelacur dan mungkin putriku nanti juga akan menjadi pelacur (karena keterpaksaan).”

Pertapa dan pelacur itu mati pada hari yang sama dan berdiri di depan Sang Hyang Yama bersama-sama. Tanpa diduga sama sekali, pertapa itu dicela karena kesalahannya. Pertapa heran dan dia protes, “Hidupku adalah hidup yang suci. Aku telah menghabiskan hari-hariku untuk doa dan meditasi.” “Ya betul,” kata Yama, “tapi sementara badanmu melakukan tindakan-tindakan suci itu, pikiran dan hatimu dipenuhi oleh penilaian jahat dan jiwamu dikotori oleh bayangan kebencian.”

Pelacur itu malah dipuji karena kebajikannya. “Saya tidak mengerti,” kata pelacur itu, “selama hidupku aku telah menjual tubuhku kepada setiap lelaki yang memberikan harga pantas.” Yama menjawab, “Lingkungan hidupmu menempatkan kamu dalam sebuah rumah bordil. Kamu lahir di sana, dan di luar kekuatanmu untuk melakukan selain dari hal itu. Tapi sementara badanmu melakukan tindakan-tindakan hina, pikiran dan hatimu selalu suci dan senantiasa dipusatkan dalam kontemplasi dan kesucian dari doa dan meditasi pertapa ini.”

Potongan kisah di atas mengajarkan kepada kita untuk tidak merasa paling benar sendiri, paling suci sendiri.
Chin Ning Chu memberi nasehat “Kebajikan bukanlah jubah yang engkau kenakan, atau gelar-gelar mulia yang diberikan kepada dirimu untuk dipamerkan kepada umum!”

Semoga semua makhluk berbahagia

KeBEBASan mana yang Anda dambakan?

Dua Guru yang dihormati diundang ke rumah seorang umatnya. Di ruang tamu tempat mereka menunggu terdapat berbagai jenis ikan hias. Guru yang lebih muda mengadukan bahwa memelihara ikan di akuarium itu bertentangan dengan prinsip agamanya mengenai belas kasih. Itu bagaikan memenjarakan mereka. Apa sih yang telah diperbuat oleh ikan-ikan itu sehingga mereka harus dikurung didalam tembok kaca?

Guru yang kedua tidak setuju. Memang benar, dia mengakui bahwa ikan-ikan itu tidak bebas menuruti kehendaknya, tetapi hidup di dalam akuarium membebaskan mereka dari begitu banyak marabahaya. Lalu dia menguraikan daftar kebebasan mereka, antara lain:
1. Pernahkah Anda melihat orang memancing ikan di akuarium di rumah seseorang? Tidak! Jadi, kebebasan pertama bagi ikan-ikan dalam akuarium adalah bebas dari ancaman para pemancing;
2. Ikan di alam bebas juga harus mencemaskan ancaman ikan besar yang akan memangsa mereka. Jadi, ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya ikan predator (kanibal);
3. Dalam daur alamiahnya, ikan di alam bebas kadang tak memperoleh makanan. Namun bagi ikan di akuarium, hidup itu bagai tinggal di sebelah restoran. Dua kali sehari, makanan bergizi diantarkan ke depan pintu mereka. Jadi, ikan di dalam akuarium terbebas dari bahaya kelaparan;
4. Selama perubahan musim, sungai dan danau mengalami perubahan suhu yang ekstrim. Sungai dan danau menjadi sangat dingin pada musim dingin, sampai permukaannya tertutupi es. Pada musim panas, air bisa menjadi terlalu hangat untuk ikan, kadang bahkan sampai mengering. Namun, ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya kedinginan dan kepanasan;
5. Di alam bebas, bila seekor ikan jatuh sakit, tak ada yang akan merawatnya. Namun, ikan dalam akuarium punya asuransi kesehatan gratis. Ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya ketiadaan perlindungan kesehatan.

Guru kedua menyimpulkan sikapnya. Ada banyak keuntungan menjadi seekor ikan dalam akuarium, katanya “Memang benar, mereka tidak bebas menuruti kehendaknya dan berenang ke sana ke mari, tetapi mereka terbebas dari begitu banyak bahaya dan ketidaknyamanan. Guru tersebut melanjutkan penjelasannya bahwa itu sama seperti orang-orang yang hidup dalam kehidupan yang bajik. Benar, mereka tidak bebas mengikuti nafsunya dan seenaknya ke sana ke mari, tetapi mereka terbebas dari begitu banyak bahaya dan ketidaknyamanan.

Jadi, jenis kebebasan mana yang Anda dambakan?