Menerima luka

Saat musim dingin tiba, sekelompok hewan mulai pergi dan mencari tempat yang hangat. Jika hewan-hewan itu memutuskan untuk tetap tinggal di tempatnya selama musim dingin, maka mereka akan mati jika tidak bisa melindungi diri selama musim dingin.

Demikian juga dengan sekelompok landak. Saat musim dingin tiba, landak-landak itu mulai mengembangkan duri-durinya. Mereka merasa sangat kedinginan sampai akhirnya memutuskan untuk saling berdekatan. Ketika berdekatan, rasa hangat itu mulai dapat dirasakan, namun duri-duri yang mereka miliki saling melukai satu sama lain.

Karena tidak ingin terluka dan saling melukai, landak-landak itu saling menjauh. Namun, hawa dingin mengancam kehidupannya. Mereka harus memilih antara terluka atau mati. Mereka berusaha untuk bisa saling menerima luka-luka itu dan menciptakan kehangatan selama mungkin sampai musim semi tiba.

Sebagai manusia, tentu kita tidak ingin terluka. Kita ingin hidup tanpa masalah. Namun perlu kita sadari bahwa kita tidak bisa hidup seorang diri. Kita masih membutuhkan orang lain untuk kelangsungan hidup kita. Saat berinteraksi dengan orang lain atau pada saat kita menjalin hubungan dengan orang lain, tentulah ada gesekan-gesekan yang membuat kita terluka.

Saudaraku, dari gesekan itulah kita bisa belajar bagaimana cara mengasihi dan mengampuni. Untuk bisa mempertahankan sebuah kebersamaan, kita pun juga harus bisa bertahan dalam menghadapi luka-luka itu kerena kasih dapat mengubah segala sesuatu.

GRUP juga adalah KELUARGA

Seorang pria, yang biasanya secara teratur rajin menghadiri pertemuan keluarga tiba-tiba tanpa pemberitahuan apapun mendadak berhenti berpartisipasi pada kelompok tersebut.

Setelah beberapa minggu berlalu, pada suatu malam yang sangat dingin, ketua dari kelompok keluarga tersebut memutuskan untuk mengunjunginya.

Dia menemukan pria itu di rumah sendirian, duduk di depan perapian api yang menyala.

Pria tersebut menyambut sang ketua. Beberapa saat berlalu, hanya ada keheningan diantara mereka.

Kedua pria itu hanya duduk diam menyaksikan nyala api menari-nari di sekitar batang kayu yang bergerak di perapian.

Setelah beberapa menit sang ketua, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, berdiri lalu memeriksa bongkah-bongkah kayu yang terbakar diperdiangan dan memilih salah satu yang paling menyala dan bersinar diantara bongkahan kayu lainnya, kemudian dengan penjepit dia memindahkannya ke samping perapian. Lalu dia duduk kembali.

Tuan rumah hanya duduk diam sambil memperhatikan semuanya dengan tertarik.

Tak lama kemudian, nyala api dari kayu yang disisihkan itu meredup dan lambat laun padam.

Dalam waktu singkat apa yang sebelumnya begitu terang dan panas berubah menjadi sepotong kayu mati, hitam tidak menarik.Sejak kedatangan sang ketua, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua, hanya beberapa patah kata yang terucap.

Sebelum bersiap untuk pamit dan pergi, sang ketua dengan penjepit tadi mengambil potongan kayu yang mati itu dan meletakkannya kembali di tengah kobaran api.

Dengan segera potongan kayu tersebut disambar oleh jilatan api yang panas, dan tak lama kemudian menyala lagi, terkena nyala api & panas bara api di sekitarnya.

Ketika sang ketua mencapai pintu untuk pergi, tuan rumah berkata: “Terima kasih atas kunjungan Anda dan pelajaran yang Anda berikan. Saya akan segera kembali datang ke pertemuan keluarga kita.”

Mengapa grup itu begitu penting? Sangat sederhana:

Karena setiap anggota yang menarik diri dari grup / kelompoknya akan mengurangi api semangat & kehangatan dari dirinya sendiri dan dari anggota lainnya.
Perlu diingatkan kepada anggota grup bahwa mereka adalah bagian dari nyala api itu, serta baik juga untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita semua bertanggung jawab untuk menjaga api tetap menyala, serta kita harus mendukung persatuan di antara grup kita sehingga apinya benar-benar kuat, efektif dan tahan lama.

GRUP juga adalah KELUARGA
Tidak masalah jika terkadang kita merasa terganggu oleh begitu banyak pesan-pesan, chat-chat, stiker-stiker dan gambar-gambar.
Yang penting adalah kita tetap terhubung. Kita berada dalam grup untuk bertemu, bersilaturahmi, belajar, bertukar ide, bergurau yang menambah imun tubuh atau sekadar untuk mengetahui bahwa kita tidak sendiri.

Hidup itu terasa lebih indah bila dilalui bersama teman & keluarga.

Mari kita jaga terus nyala api ini.

EMAS atau TANAH?

Emas berkata pada Tanah,
“Coba lihat dirimu, suram dan lemah. Jelek dan dekil.
Apa engkau memiliki kilauan seperti aku?
Apa engkau berharga seperti aku?”

Tanah menjawab,
“Aku memang tidak berkilau seperti dirimu, tapi aku,
*bisa menumbuhkan buah dan bunga,
*bisa menumbuhkan rumput dan pohon,
*bisa menumbuhkan tanaman lainnya.
Apa kamu bisa?”

Emas pun terdiam seribu bahasa.

Dalam hidup ini banyak orang seperti emas, berharga dan menyilaukan, tetapi tidak bermanfaat bagi sesama.

Sukses dalam karir, rupawan dalam paras, sukar membantu apalagi peduli.

Tapi ada juga yang posisi seperti tanah, biasa saja, bersahaja namun siap membantu kapan saja.

Makna kehidupan bukan terletak dari seberapa bernilai nya diri kita, tetapi seberapa bermanfaat nya diri kita bagi orang lain.

Apalah guna nya kita sukses, kalau tidak bermanfaat bagi sesama.

Apalah arti kemakmuran, kalau tidak berbagi ke sesama.

Apalah arti kepintaran, kalau tidak memberi inspirasi bagi sekeliling kita.

Karna hidup adalah proses, ada saat nya kita memberi ada saatnya kita menerima.

Hidup lah seperti tanah.

Sehat, Bahagia, Damai, Makmur, Panjang Umur untuk Anda semua.

Hidup ini memang pilihan, silakan memilih dengan BIJAK.

Kerjasama dalam tim menjadi kekuatan yang menciptakan keajaiban

Ada sebuah kisah yang menarik tentang kerjasama. Suatu hari di sebuah hutan, seekor Kera menantang seekor Kancil untuk berlomba memanjat pohon. Kancil menyanggupinya, tapi dalam waktu kurang dari 5 menit Si Kera sudah berada di atas pohon dan melambai-lambai seolah mengejek Kancil yang masih berada dibawah. Hari berikutnya Kancil yang tidak menerima kekalahan, berbalik menantang Kera untuk berlomba mendaki gunung. Siapa yang lebih dulu mencapai puncak gunung akan menjadi pemenang. Tanpa pikir panjang Si Kancil berlari secepat-cepatnya. Setiba di atas ia berteriak kebawah dan melambaikan kakinya dengan tatapan yang tak kalah mengejek.

Lalu ada seekor Beruang yang heran melihat tingkah mereka. Beruang itu pun bertanya, “Kalian berdua sedang apa?”. “Itu Si Kancil, masa menantang saya lomba lari ke puncak gunung, mana kuat saya mengejarnya?”, seru Kera terengah-engah. Kancil tidak terima dan menimpali, “Enak saja, Kera juga mengajak saya lomba memanjat pohon, ya jelas saja saya kalah.”

Beruang yang bijak menjadi penengah mereka, Beruang memberi ide bagaimana kalau mereka berlomba siapa yang terlebih dulu sampai di sebuah pulau di kaki gunung dan mengambil buah lezat yang ada di salah satu pohon disana, dialah yang paling hebat. Mereka berdua pun langsung berlari secepat-cepatnya untuk mencapai pulau di kaki gunung dan memetik buah diatas pohon seperti yang dikatakan Beruang.

Kancil dengan gesit menyeberangi sungai kecil yang terbentang antara pulau dan gunung dengan melompat-lompat kecil. Sementara si Kera tertinggal karena tidak ada dahan yang bisa di jadikan ayunan untuk menyeberang ke pulau itu. Sesampainya di seberang pulau si Kancil malah bingung sendiri. Bagaimana caranya memetik buah yang tergantung tinggi itu? Pada saat yang bersamaan Si Kera berteriak, “Kancil, jemput aku disini, dan aku akan mengambilkan buah itu untuk kamu!” Kancil berpikir sejenak. Setelah yakin untuk menjemput Kera ia pun melompat dan menjemput temannya di seberang. Kera menaiki punggung Kancil dan mereka berdua pun sampai di pulau seberang. Sesuai janjinya Kera memanjat pohon itu dan memetik buah untuknya dan Kancil. Di kejauhan Beruang bertepuk riang menyaksikan kerja sama mereka berdua.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah tersebut adalah Kancil dan Kera berbeda dan masing-masing memiliki peran dalam tim. Kita tidak bicara siapa yang terhebat diantara kita. Tapi bagaimana menyatukan semua kelebihan kita untuk dijadikan sebuah kekuatan yang dapat menciptakan keajaiban.