Smiling with HEART

Ini adalah kisah inspirasi dari warga Indonesia yang bermukim dan pernah bermukim di Jerman.

Layak untuk dibaca beberapa menit dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya.

Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.

Tugas terakhir dosen yang diberikan kepada siswanya diberi nama “Smiling”.

Seluruh siswa diminta untuk memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas.

Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami dan anak bungsu saya yang menunggu di taman kampus, lalau pergi ke restoran Mc Donald yang berada di kampus.

Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya minta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk dan saya ikut antrian.

Ketika saya sedang dalam antrian, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Perasaan panik menguasai diri saya, ketika melihat mengapa mereka semua menyingkir?

Saat berbalik, saya membaui suatu “bau badan kotor” yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tuna wisma yang sangat dekil. Saya bingung dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek dan ia sedang “tersenyum” ke arah saya.

Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima “kehadirannya” di tempat itu.

Ia menyapa “Good day!” sambil tetap tersenyum. Secara spontan saya membalas senyumnya dan seketika itu juga teringat oleh saya “tugas” yang diberikan oleh dosen saya.

Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah “penolong”-nya.

Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya mempersilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.

Lelaki bermata biru segera memesan : “Kopi saja, satu cangkir Nona.”

Ternyata dari koin yang dia pegang hanya itulah yang mampu dibeli orang mereka. (Aturan di restoran di Jerman, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan tubuh.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang terpisah dari tamu-tamu yang lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka.

Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya dan pasti juga melihat semua “tindakan” saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter ini menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan?

Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya.

Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat.

Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bermata biru itu, sambil saya berucap “Makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua”.

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dia hanya mampu berkata “Terima kasih banyak, nyonya”.

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata “Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Allah juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian”.

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.

Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata “Sekarang saya tahu, kenapa TUHAN mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan ‘keteduhan’ bagi diriku dan anak-anakku!”.

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari bahwa hanya karena “bisikan-Nya” lah kami telah mampu memanfaatkan “kesempatan” untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin “berjabat tangan” dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya dan berucap “Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberikan kesempatan oleh-Nya, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi ke kami”.

Saya hanya bisa berucap “terima kasih” sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada “magnet” yang menghubungkan batin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambaikan tanganya ke arah kami.

Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tuna wisma tadi, itu benar-benar “tindakan” yang tidak pernah terpikirkan oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa “Kasih Sayang” Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan “cerita” ini ditangan saya. Saya menyerahkan “paper” saya kepada dosen saya.

Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, “Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?” dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.

Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya.

“Tersenyumlah dengan ‘HATImu’, dan kau akan mengetahui betapa ‘dahsyat’ dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu.”

Dengan cara-NYA sendiri, TUHAN telah “menggunakan” diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di sekitarku, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.

Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah mana pun, yaitu:

“PENERIMAAN TANPA SYARAT”

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara:

Mencintai Sesama Dengan Memanfaatkan Sedikit Harta Benda Yang Kita Miliki, dan Bukannya Mencintai Harta Benda Yang Bukan Milik Kita, Dengan Memanfaatkan Sesama.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda.

Disini ada ‘malaikat’ yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya.

Orang bijak mengatakan :

Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya “sahabat yang bijak” yang akan meninggalkan Jejak di dalam Hatimu.

Kalung emas si gadis kecil

Suatu malam, seorang gadis kecil melihat ibunya tersenyum-senyum memandangi sebuah kalung emas.

Si gadis kecil menghampiri untuk melihat kalung itu dan bertanya, “Bu, mengapa ada namaku terukir di liontin ini? Apakah kalung ini untuk aku?”

Sang ibu menjawab, “Ini memang untukmu. Ibu telah membelinya sejak kamu bayi dan akan Ibu berikan pada hari pernikahanmu.”

“Tetapi itu kan masih lama sekali. Sekarang saja, Bu”, pinta si anak.

“Tidak, Nak. Saat ini kamu belum membutuhkannya. Tunggu saja, kalung ini pasti jadi milikmu.”

Saat ini, barangkali ada hal yang kita nantikan tetapi belum juga Tuhan berikan. Mungkin pergumulan tentang pasangan hidup, pekerjaan, pertobatan keluarga kita atau hal lainnya.

Sesungguhnya itu, selama dalam penantian sesungguhnya Tuhan sedang membentuk dan mempersiapkan kita. Yang terpenting, jangan sampai karena kita begitu menginginkan sesuatu, lalu kita mengambil jalan pintas yang mendukakan hati Tuhan. Doakan kerinduan kita dengan kesabaran dan keyakinan hingga sesuatu terjadi pada waktunya.

Wahyu 2:10
Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.

Belajar hidup dari Mbah Jum (penjual tempe)

Mbah Jum, seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya pergi ke pasar untuk berjualan tempe.

Sambil menunggu pembeli datang disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, Mbah Jum selalu bersenandung sholawat.

Cucunya meninggalkan Mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar Mbah Jum pulang ke rumah.

Tetapi, tidak sampai 2 jam dagangan tempe Mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya.

Sebelum pulang, Mbah Jum selalu meminta cucunya untuk menghitung uang hasil dagangannya terlebih dahulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah maka Mbah Jum selalu meminta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal masjid.

Saat ditanya oleh seseorang : “Kenapa begitu?”

“Karena kata si Mbah, modal Mbah bikin tempe cuma 20 ribu. Harusnya paling banyak dapatnya ya 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan di masjid, makanya kalau dapat lebih dari 50 ribu, Mbah minta uang lebihnya itu agar dimasukkan ke kotak masjid.”

“Loh, kalau sampai lebih dari 50 ribu, itukan haknya Mbah, kan artinya Mbah saat itu bawa tempe lebih banyak toh?”

“Nggak begitu. Mbah itu tiap hari bawa tempenya tidak berubah-ubah, jumlahnya sama.”

“Tapi kenapa hasil penjualan Mbah bisa berbeda-beda?”

“Begini, kalau ada yang beli tempe Mbah, karena Mbah tidak bisa melihat, maka Mbah selalu bilang ambil aja sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok Mbah, tidak ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, tapi ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, tidak ada kembalian.
Pada suatu hari Mbah pernah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.”, begitu penjelasan sang cucu.

Ternyata Mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan deman, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah Mbah Jum.

Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, Mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, Mbah selalu memasukkan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya! 100%!

Ketika ditanya: “Kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal?”

Mbah Jum memberikan penjelasan sambil tersenyum:
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.”
(Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).

Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung Mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani Mbah Jum berjualan tempe di pasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berusia 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).

Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat Mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak di kampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkanya ternyata semua sudah khatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (Saya ini orang kampung. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberikan keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya)

Dari penggalan inspirasi diatas dapat kita pastikan, bahwa Allah (Tuhan Yang Maha Esa) memberikan berkah kehidupan berlimpah kepada semua makhluk ciptaanNya. Oleh karean itu, kita manusia hendaknya senantiasa bersyukur dalam hal apapun atas besar cinta dan perlindunganNya.

Tuhan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu

Suatu ketika Dr. Mark, seorang dokter spesialis kanker yang terkemuka menerima undangan untuk menghadiri sebuah konferensi, sekaligus untuk menerima penghargaan riset bidang medis yang telah dipublikasikannya.

Ia sangat bersemangat dan ingin secepatnya tiba di sana. Ia telah bekerja keras dalam waktu yang lama untuk risetnya itu dan merasa layak menerima penghargaan tersebut.

Akan tetapi, 2 jam setelah lepas landas, pesawat yang ditumpanginya itu harus mendarat darurat di bandara terdekat akibat kerusakan teknis. Karena kuatir akan terlambat tiba di konferensi tersebut, Dr. Mark segera pergi ke bagian resepsionis dan mendapat informasi bahwa penerbangan berikutnya baru ada 10 jam kemudian.

Resepsionis menyarankan agar ia menyewa mobil dan berkendara ke kota tempat konferensi itu, hanya 4 jam saja berkendara ke tujuannya. Karena tidak ada pilihan lain, ia memutuskan menggunakan mobil meskipun ia tidak suka mengemudi untuk perjalanan jauh. Dr. Mark menyewa mobil dan memulai perjalanannya. Akan tetapi, segera setelah ia berangkat, tiba-tiba cuaca menjadi buruk dan sebuah badai besar terjadi. Hujan yang terus turun menyulitkannya untuk melihat jalan dan tanda-tanda arah lokasi sehingga akhirnya ia melewati belokan yang seharusnya ia ambil.

Setelah 2 jam lamanya berkendara, ia sadar bahwa ia telah tersesat. Mengemudi dalam hujan yang lebat di jalan yang terpencil membuatnya merasa lapar dan letih. Dengan rasa gelisah ia mulai mencari tanda-tanda rumah penduduk yang ada di sekitar lokasi itu. Tidak lama kemudian ia memjumpai sebuah rumah tua kecil. Lalu ia keluar dari mobil dan mengetuk pintu. Seorang wanita sederhana membuka pintu. Dr. Mark menjelaskan masalahnya dan meminta tolong kepada wanita tersebut apakah ia bisa meminjamkan teleponnya.

Tetapi wanita itu memberitahukan bahwa ia tidak memiliki telepon ataupun peralatan telekomunikasi lainnya. Wanita itu mengajak Dr. Mark untuk masuk ke rumahnya dan menunggu hingga cuaca membaik. Dalam kondisi lapar, basah dan kelelahan membuat sang dokter menerima tawaran baik dari wanita itu dan masuk ke dalam rumah. Wanita itu meemberinya teh panas dan roti kering untuk dimakan. Wanita itu mengajaknya untuk berdoa bersama. Sambil tersenyum Dr. Mark berkata bahwa ia hanya percaya akan kerja keras. Ia lalu mempersilakan wanita itu untuk melanjutkan doanya.

Sambil duduk menikmati tehnya, Dr. Mark memperhatikan wanita itu berdoa di keredupan cahaya lilin. Ia berdoa di samping sesuatu yang tampak seperti tempat tidur bayi kecil. Setiap saat wanita itu selesai berdoa ia segera melanjutkannya dengan doa lainnya.
Merasa bahwa wanita itu sedang membutuhkan pertolongan, sang dokter mengambil kesempatan untuk berbicara segera setelah wanita itu selesai berdoa. Ia bertanya kepada wanita itu apakah sebenarnya yang diinginkannya dan apakah Tuhan akan mendengarkan doa-doanya. Lalu sang dokter bertanya tentang anak yang ada di tempat tidur bayi tersebut yang sepertinya sedang ia doakan. Dengan tersenyum getir wanita itu berkata bahwa anak itu adalah anaknya. Anaknya sedang menderita suatu jenis penyakit kanker yang jarang ditemukan dan hanya ada 1 dokter yang diangggap mampu menanganinya, namanya Dr. Mark!
Dokter itulah yang dapat menyembuhkannya. Tapi wanita itu tidak mampu untuk membayar Dr. Mark, disamping itu Dr. Mark tinggal di kota lain yang jauh dari tempatnya tinggal.

Kemudian wanita itu melanjutkan, sejauh ini memang Tuhan belum menjawab doaku. Tapi suatu hari nanti Tuhan akan memberikan jalan keluar, dan aku tidak akan membiarkan kekuatiranku mengalahkan imanku.

Kagum dan tak mampu berkata apa-apa, Dr. Mark berlinangan air mata. Ia berbisik, “God is great !!! Tuhan maha besar !!!
Lalu ia mengingat kembali rangkaian peristiwa yang ia alami, ada kerusakan teknis pesawat, badai yang melanda, ia tersesat di jalan dan semuanya ini terjadi karena Tuhan tidak hanya menjawab doa wanita tersebut tetapi juga memberinya sebuah kesempatan untuk keluar dari dunia yang materialistis dan memberikan sebagian keahliannya dan waktunya untuk orang-orang miskin yang sedang putus asa, yang sama sekali tidak memiliki apapun selain doa-doa yang diimaninya merupakan jawaban yang pasti.

 

Sobat yang terkasih, apakah kejadian ini terjadi secara kebetulan saja?
Atau apakah benar ada kuasa yang bekerja bagi kebaikan orang-orang yang selalu berharap dan berserah kepadaNya?

Bagi orang yang percaya akan adanya kuasa yang merencanakan peristiwa tersebut akan mengamini firman Tuhan dalam Roma 8 : 28 yang menyatakan “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Jadi sobat yang baik hati, tetaplah berdoa dan mengucap syukur. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yakobus 5 : 16 b)

Hal-hal yang bisa kita pelajari dari Ban untuk hidup kita

Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil mereka.
Dia terheran-heran mengapa ayahnya mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya.

Sang ayah tersenyum. “Sini nak, ada kesenangan tersendiri ketika kita mengganti ban, karena mengingatkan kita tentang filosofi ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita” kata ayah.

“Belajar dari ban?” tanya sang anak heran.

Saya ayah tertawa, Perhatikan ban ini dengan segala sifat-sifatnya.

Pertama, ban selalu konsisten bentuknya, Bundar.
Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap ataupun roda pesawat terbang. Dia tidak pernah berubah menjadi segi tiga atau segi empat.

Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat.
Ketika melewati jalan berlubang, aspal panas, kotoran hewan dan juga banjir maka dia dulu yang merasakan secara langsung.

Ketiga, ban selalu menanggung beban terberat baik ketika mobil sedang berjalan maupun berhenti, ketika mobil sedang kosong maupun saat penuh penumpang dan barang.

Yang keempat, ban tidak pernah sombong dan berat hati menolak permintaan pihak lain. Dia selalu senang bekerjasama.
Ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, dia pun taat dan melesat.

Bayangkan kalau ban tidak suka kerjasama dan bekerja sebaliknya?
Saat direm malah ngebut dan saat digas malah berhenti?

“Wow, benar juga!” puji sang anak.

Sifat kelima ban adalah meski banyak hal penting yang dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tidak mau menonjolkan diri.

Misalnya ketika di show room atau pemeran mobil, pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboardnya keren, dll.
Jarang sekali ada orang yang memperhatikan ban apalagi sampai memuji ban.

Padahal semua kehebatan mobil tidak akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor.

Sang ayah selesai mengganti bannya, dan berdiri menatap hasil kerjanya dengan puas.

Yang keenam tentang filosofi ban adalah, betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kau miliki, atau sepeda yang kau punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tidak berfungsi maka kita tidak akan bisa kemana-mana. Kita tidak akan pernah sampai ke tujuan.

Sang ayah menuntaskan penjelasannya, “Jadi kelak, meski kau menghadapi banyak masalah dibandingkan kawan-kawanmu, tidak mendapat pujian sebanyak kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu, tetaplah kamu konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau bekerjasama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri, dan yang terpenting, tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada.”

Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita.

Semoga Tuhan tetap memberkati dan membimbing kita selalu.